SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI MY BLOG-----------SELAMAT DATANG DI MY BLOG-----------SELAMAT DATANG DI MY BLOG-----------SELAMAT DATANG DI MY BLOG-----------

Senin, 20 Juni 2011

Tanya Jawab Privatisasi

PRIVATISASI 1. Jelaskan definisi privatisasi dari sudut pandang akademisi dan praktisi dan berikan kesimpulan dari penjelasan itu? JAWABAN : Peacock Pemindahan kepemilikan industri dari pemerintahan ke sektor swasta Company Act Penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya sebesar 50% dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta. Dunleavy peminahan permanan dari aktifitas produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan negara ke perusahaan swasta. Clementi Pemindahan kepemilikan perusahaan sektor publik ke swasta. Pirie Pemindahan produksi barang dan jasa dari sektor publik ke sektor swasta. Posner Berpindahnya pengelolaan perusahaan dari sektor publik ke swasta. Kay dan Thompson Perubahan hubungan antara pemerintahan dengan sektor swasta. Shackleton Pemindahan kepemilikan. KESIMPULAN = Privatisasi adalah perubahan kepemilikan perusahaan negara menjadi milik swasta
2. Privatisasi dan governmentalisasi dipandang sebagai dua hal ekstrim, jika pemerintah memilih untuk mempunyai kesempatan yg lebih banyak dalam mempengaruhi bisnis, perusahaan akan memiliki peran lebih banyak ke governmentalisasi, di sisi lain jika memilih ke sektor privat memiliki peran yang
lebih besar maka akan ke menjadi privatisasi. Faktor-faktor apakah yang menentukan untuk memilih? Sebutkan? JAWABAN 1. Pelayanan yang lebih spesifik 2. Ketersediaan prosedur 3. Efisiensi dan efektifitas 4. Skala keterkaitan biaya dan manfaat 5. Lebih responsif terhadap costumer 6. susceptibility to fraud 7. Economic equity 8. ekuitas untuk minoritas. 9. Lebih responsif terhadap arahan pemerintah 10. Ukuran pemerintah 3. Sebutkan hal-hal yang menjadi kerugian privatisasi? JAWABAN Tersentralisasinya aset pada segelintir individu atau perusahaan besar menambah pengangguran akibat PHK dan memperbanyak kemiskinan akibat pengangguran gaji pegawai negara akan banyak kehilangan sumber-sumber pendapatannya membebani konsumen dengan harga -harga yang memlambung tinggi atas perusahaan terprivatisasi menghamburkan kekayaan negara pada sektor non produktif menghalangi rakyat untuk memanfaatkan aset kepemilikan umum.
4. Dasar-dasar pengambilan keputusan privatisasi di Indonesia?
JAWABAN Upaya untuk memperbaiki kinerja dan performa BUMN dapat dibagi atas dua pilihan utama, yaitu mempertahankan BUMN atau melepaskannya ke sktor swasta, yang dikenal dengan istilah privatisasi. Penelitian di beberapa negara membuktikan bahwa privatisasi dapat meningkatkan performa BUMN, dan program ini didukung oleh lembaga-lembaga bantuan internasional. Di Indonesia
isu privatisasi mulai diperkenalkan sejak terjadinya krisis ekonomi 1997. Pada kenyataanya, kebijakan privatisasi bukan kerupakan sesuatu yang mudah dalam pelaksanaannya. Dalam dua tahun anggaran terakhir, program privatisasi di Indonesia belum mencapai target. Hal ini menunjukkan bahwa privatisasi memerlukan persiapan dan kesiapan perusahaan yang akan diprivatisasi. Studi ini mengetengahkan tentang pertimbangan-pertimbangan ekonomik clan non-ekonomik untuk melaksanakan privatisasi BUMN, dengan kasus PT Garuda Indonesia. Metoda yang digunakan adalah simulasi payoff Pemerintah - PT Garuda Indonesia clan analisis taksonomi kerugian sektor publik. Simulasi payoff merupakan model yang menggambarkan interaksi payoff dalam situasi-situasi tertentu, dengan penclekatan aspek finansial. Seclangkan analisis taksonomi kerugian sektor publik adalah penclekatan dengan menggunakan penilaian kerugian BUMN dalam empat kriteria yaitu legitimasi, transparansi, potensi turnaround, clan situasi persaingan. Dalam jangka menengah dan panjang, keputusan pemerintah untuk melakukan privatisasi dapat menjadi pilihan yang tepat. Akan tetapi dalam jangka pendek keputusan tersebut bukan alternatif terbaik tenitama karena PT Garuda Indonesia menghadapi masalah finansial berkaitan dengan tingginya beban utang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa privatisasi perusahaan ini dalam jangka pendek tidak menguntungkan Pemerintah, kecuali bila pihak swasta tertentu berminat mengambil alih kepemilikan pada harga yang jauh melebihi nilai asetnya. Alternatif yang sesuai untuk saat ini adalah mempertahankan kepemilikan Negara atas BUMN tersebut, serta mengimplementasikan strategi optimalisasi untuk memperbaiki kinerja clan meningkatkan performa perusahaan. Dalam mengamankan pelaksanaan agenda tersebut, Memorandum of Understanding antara Pemerintah clan PT Garuda Indonesia merupakan salah satu cara yang direkomendasikan.
5. Apakah dengan program privatisasi masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dapat selesai jika privatisasi dilakukan?
JAWABAN Kita tahu, dengan beban utang yang demikian besar, kondisi keuangan pemerintah memang hampir bangkrut. Untuk membayar bunga saja, pemerintah sudah kalang kabut, apalagi membayar pokok utang dan terpaksa mencabut subsidi, menaikkan pajak, menaikkan tarif, melakukan penjadwalan pembayaran utang luar negeri dan menarik dividen BUMN sebesar-besarnya. Tidak ada jalan lain bagi pemerintah untuk memperoleh dana di luar pinjaman luar negeri, yaitu dengan menjual aset bank bermasalah dan privatisasi BUMN. Terdapatnya pro dan kontra terhadap proses privatisasi yaitu bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena meskipun privatisasi sudah dilakukan untuk membayar utang, tapi belum terlihat usaha-usaha pemerintah ke arah pemerintahan yang lebih baik. Di samping itu untuk melakukan privatisasi, pemerintah perlu menetapkan secara hati-hati model privatisasi yang sesuai dengan kondisi BUMN yang akan diprivatisasi, dengan kelebihan dan kelemahan dari model yang digunakan. Terdapat beberapa model privatisasi, antara lain IPO (initial public offering) dan direct placement. Privatisasi BUMN idealnya melalui pasar modal (IPO) karena adanya sifat transparansi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk membeli saham-saham BUMN, termasuk asing. Berbeda dengan direct placement yang kurang memiliki public transparancy dan menghilangkan peluang masyarakat untuk turut serta membeli saham-saham BUMN.
6. Mengapa BUMN diprivatisasi (dijual)?
JAWABAN Sudah menjadi rahasia umum kalau kondisi kinerja keuangan kebanyakan BUMN terus merugi. Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) menunjukkan bahwa pada tahun 1993 total aset dari 300 aset perusahaan raksasa/konglomerat adalah Rp227 triliun dan memiliki omzet Rp144,44 triliun atau 63,61% dari omzet. Pada tahun yang sama BUMN memiliki total aset Rp.267 triliun, namun hanya memiliki
omzet Rp.82 triliun saja atau 31,71% saja. Dua tahun berikutnya 1995, 300 konglomerat Indonesia dengan total aset Rp343 triliun dan omzet Rp150 triliun atau 43,73%. Pada tahun yang sama, total aset BUMN adalah Rp291 triliun, namun omzet hanya Rp100 triliun atau sebesar 34,48%. Jadi, secara relative pun kinerja BUMN pada saat itu kalah dibandingkan swasta. Ini merupakan indikator tidak efisiennya proses bisnis di BUMN. Indikator lainnya adalah rendahnya tingkat Retun on Investment (ROI )dan Return on Equity (ROE). Rata-rata ROI dan ROE relatif rendah 3,5% dan 9,6%. Keduanya jauh dibawah tingkat pengeluaran modal yang normal sebesar 14%. Kondisi BUMN seperti ini mengalami asset value destruction, menghancurkan nilai asetnya sendiri. Atas fakta di atas pihak yang pro privatisasi menggunakan azas manfaat dibandingkan asas kepemilikan. Artinya pemerintah masih mendapatkan manfaat tanpa harus memiliki. Demikian juga pemerintah luput dari beban jika BUMN rugi. Sayangnya pihak yang pro privatisasi tidak menjelaskan mana yang lebih besar keuntungan yang diperoleh jika pemerintah tetap memiliki BUMN dan mengelola secara professional sehingga efisien dan menguntungkan atau menyerahkan kepada pihak swasta/asing dengan menjualnya. Kita dapat melihat contoh Temasek, BUMN milik negara Singapura.
7. Apakah semua BUMN harus diprivatisasi? BUMN yang akan diprivatisasi itu, BUMN yang mana? Apakah yang merugi terus atau BUMN yang sehat dan menguntungkan? JAWABAN Ternyata dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Pasal 76 disebutkan bahwa kriteria BUMN yang dapat diprivatisasi sekurang-kurangnya adalah industri/sektor usaha kompetitif atau industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
Terus terang saya bingung dengan dua kriteria ini yang saling bertolak belakang. Industri/sektor usaha kompetitif menurut saya sektor usaha yang struktur pasarnya mendekati persaingan sempurna dimana entry barrier dan exit barriernya rendah. Artinya para pemain baru tidak mempunyai hambatan masuk yang berarti untuk ikut dalam pasar. Dengan demikian mereka akan mempertimbangkan cost and benefitapakah masuk dengan perusahaan benar-benar baru atau membeli BUMN. Mungkin mereka mau membeli BUMN yang kinerja baik. Sebaliknya mereka lebih baik masuk dengan perusahaan yang baru dibandingkan membeli BUMN yang kinerjanya buruk atau mereka mau membeli BUMN jelek itu asal dengan harga yang murah sekali. Jika dalam sektor yang kompetitif ini BUMN dapat efisien dan menguntungkan, buat apa lagi diprivatisasi ? Sementara itu industri yang unsur teknologinya cepat berubah berarti entry barrier dan exit barrier-nya yang tinggi berupa kebutuhan akan besarnya modal dan teknologi canggih. Pihak asing lebih diuntungkan karena mereka mempunyai keduanya, modal besar dan teknologi maju. Sektor ini umumnya membentuk struktur pasar yang monopoli alamiah. Dengan struktur pasar yang monopoli alamiah, hanya sedikit pihak yang bisa bermain di dalamnya, dengan begitu menjadi pasar penjual dimana penjual lebih bisa menentukan harga. Jika tidak diatur secara ketat maka pihak asing akan merajai atau memonopoli sektor ini yang ujung-ujungnya akan seenaknya menaikan harga jual produknya. Karena itu sudah seharusnya ada BUMN yang sehat, efisien dan menguntungkan di sektor ini sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Selama 63 tahun merdeka, apakah di sektor ini ada BUMN yang efisien dan menguntungkan ?

Profil BUMN yang telah di privatisasi melalui IPO
• BUMN Tahun IPO Harga IPO Harga Penutupan
• Kimia Farma 2001 Rp 200 Rp 325
• Indo Farma 2001 Rp 250 Rp 215
• Jasa Marga 2007 Rp 1,700 Rp 2,025
• Adhi Karya 2004 Rp 150 Rp 1,450
• Wijaya Karya 2007 Rp 420 Rp 570
• BNI 1996 Rp 850 Rp 2,050
• Bank Mandiri 2003 Rp 675 Rp 3,700
• BRI 2003 Rp 875 Rp 7,950
• Timah 1995 Rp 2,900 Rp 29,900
• Antam 1997 Rp 1,400 Rp 4,650
• Bukit Asam 2002 Rp 575 Rp 12,250
• Semen Gresik 1991 Rp 7,000 Rp 5,900
• Indosat 1994 Rp 7,000 Rp 9,150
• Telkom 1995 Rp 2,050 Rp 11,100
• PGN 2003 Rp 1,500 Rp 15,500

Tidak ada komentar:

Posting Komentar